
Pelapor khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk masyarakat adat, Jose Francisco Cali Tzay berharap Kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) VI yang dilakukan di Tanah Tabi dapat menghadirkan semangat baru, pengalaman baru dan memperkaya keputusan-keputusan baru dan terbaik untuk mempertahankan eksistensi masyarakat adat di Indonesia.
“Masyarakat adat di Asia dan di tempat lain di dunia masih diperhadapkan pada situasi yang sulit. Stigmatisasi, Rasisme yang sistematik dan diskriminasi rasial masih dihadapi oleh masyarakat adat,” ujar Jose Francisco Cali Tzay melalui saluran video pada pembukaan Kongres AMAN VI, yang disaksikan sejumlah pimpinan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten serta 2449 komunitas adat se-nusantara, di Stadion Barnabas Youwe Sentani, Senin(24/10/2022).
Dirinya juga berharap masyarakat adat dapat diberikan otonomi untuk mengatur dirinya sendiri, dan mengatur pengelolaan sumber daya alamnya. Pertemuan ini menurutnya, juga dapat memberikan perspektif baru dan rekomendasi penting untuk memperluas kemandirian ekonomi masyarakat adat, yang tentunya akan berkontribusi bagi negara.
Pandangan yang sama juga disampaikan Pimpinan mekanisme khusus PBB untuk hak masyarakat adat, Binota Moy Damai dan Pimpinan forum tetap PBB untuk isu masyarakat adat, Dario Jose Mejia Montalvo, melalui saluran video tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi dalam sambutannya mengingatkan, bahwa masyarakat adat telah terbukti mampu bertahan ketika terjadi pandemi covid-19. Karena itu, jika dunia ingin bertahan dari ancaman krisis iklim, solusinya adalah semua negara harus berinvestasi dalam perlindungan hak-hak masyarakat adat.
“ Masyarakat yang sudah menjual tanahnya untuk perkebunan dan tambang, pasti akan sama dengan orang kota, akan terancam saat terjadi krisis. Tetapi masyarakat adat yang mempertahankan tanah adatnya dan hutannya, akan selamat dari krisis iklim,” tandasnya.
Rukka juga berharap kekerasan terhadap masyarakat adat tidak lagi terjadi di negara ini. Karena masyarakat adat adalah benteng terakhir bagi negara dalam menghadapi krisis iklim. Ketika hak-hak masyarakat adat tidak dilindungi negara, maka itu akan menjadi ancaman bagi negara.
Perlu diketahui, Kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara VI ini resmi dibuka Bupati Kabupaten Jayapura, Mathius Awoitauw bersama 4 pimpinan daerah wilayah Tabi dan sejumlah pimpinan adat wilayah Tabi, di Stadion Barnabas Youwe Sentani, 24 Oktober 2022.
Sebelum pembukaan, pagi harinya diawali dengan kirab budaya dari Lapangan They Eluay hingga finish di Stadion Barnabas Youwe. Kirab Budaya ini diikuti oleh ribuan masyarakat adat dari berbagai komunitas adat se-Nusantara. Juga menampilkan tari kolosal dari siswa-siswi SMA/SMK di Kabupaten Jayapura.
Pada kegiatan pembukaan, juga dilakukan penyerahan kodifikasi 14 kampung adat, penyerahan SK Bupati tentang PPHMA dan wilayah adat, launching peta GTMA dan Launching Nusantara Fund. Setelah itu, dilanjutkan dengan diskusi umum yang menghadirkan sejumlah narasumber, diantaranya dari DPR-RI, Menko Polhukam RI, Ketua MK, Kepala Kepolisian RI,Ketua Komnas HAM RI dan Akademisi.
Selanjutnya tanggal 27-29 Oktober, dilakukan Kongres AMAN yang dipusatkan di Stadion Barnabas Youwe Sentani. Sementara untuk kegiatan Festival Budaya, akan berlangsung pada tanggal 26-29 Oktober yang dipusatkan di Khalkote Sentani Timur. Kemudian untuk pelaksanaan Sarasehan, 25-26 Oktober, akan dilakukan di 12 kampung dengan membahas 24 tema yang terkait dengan masyarakat adat.(abe)