Twitter Instagram

Laut bukan tempat sampah, laut itu teras rumah kita

Tumpukan sampah botol plastik bekas minyak pelumas yang telah diisi pasir lalu dibuang ke laut. Sampah ini terlihat berserakan di pantai kehutanan Biak Kota. (Foto : Sonya)

Sonya tercengang melihat tumpukan sampah botol plastik bekas minyak pelumas berserakan di pantai kehutanan Biak Kota, dekat rumahnya, ketika air laut surut. Beda halnya saat air laut pasang, pantai itu terlihat sangat indah. “ Dulu tidak seperti ini, pantainya bersih dan tidak ada sampah kalau air laut surut, ,” ucap Sonya di Biak, pertengahan Juni 2022.

“Ketika pulang sekolah, kami bermain bebas di pantai ini. Sekarang harus hati-hati, karena banyak beling, bahan aluminium, besi dan sisa pembuangan warga lainnya, yang bisa menyebabkan cedera serius,”.

Sonya berharap ada kesadaran bersama dari seluruh warga di sekitar pantai. Diperlukan kebiasakan diri untuk belajar membuang sampah pada tempat yang tepat. Karena laut itu bukan tempat sampah. Laut itu teras rumah kita, tempat ikan-ikan bermain, yang mana kita sebagai manusia juga mengkonsumsi ikan itu.

Pemerintah Kabupaten Biak Numfor-pun diminta meningkatkan perannya. Instansi teknis harus menggalakan sosialisasi dan menyiapkan bak sampah di setiap kelurahan dan kampung. Agar ke depannya, pantai di biak dapat kembali memancarkan pesonanya sebagai pantai yang indah dan tempat yang nyaman bagi kehidupan biota laut dan manusia yang menghuni pulau Biak.

Seperti ditulis di situs kkp.go.id, bahwa tak dapat dipungkiri kalau laut di Indonesia sudah mulai tercemar, baik oleh limbah domestik maupun limbah industri. Sampah mengapung dan terbenam di sekitar laut, manjadikan pemandangan yang kurang sedap karena seharusnya laut itu biru indah, tetapi yang ada sekarang hijau kecoklatan karena limbah.

Lautan adalah kawasan yang sangat kompleks, dan dipengaruhi oleh proses-proses tanpa akhir yang membuatnya selalu berubah dan bergerak dinamis. Lautan memiliki 3 dimensi, saling terhubung, dan tak pernah bisa diprediksi. Lautan yang luas, dinamis, dan arus yang selalu berubah, seolah-olah seperti kekuatan raksasa yang kita takkan pernah pahami secara sempurna.

Laut juga merupakan bagian dari ekosistem yang jauh dari aktivitas manusia sehingga menjadikannya daerah teraman dari limbah-limbah aktivitas manusia bila dibandingkan daratan. Laut juga sebagai aset kehidupan masa depan karena bisa memenuhi kebutuhan manusia akan sumber makanan dan sumber energi. Namun, jika laut tidak dijaga dengan baik harapan itu akan hilang. Disadari atau tidak, akhir-akhir ini laut terancam oleh berbagai tindakan manusia yang membuang limbah,terutama ”Sampah Plastik”.

Masalah sampah bukan sesuatu yang asing bagi kita, hal ini bukan hanya menjadi permasalahan besar di Indonesia, namun, seluruh warga di dunia. Meskipun banyak dari kita mengetahui dampak dari membuang sampah sembarangan, hal tersebut tetap tak terhindarkan. Kita perlu mengetahui satu fakta tentang bagaimana sampah, terutama sampah plastik, yang tak terlepas dari kegiatan kita sehari-hari, dapat berubah menjadi sesuatu yang sangat mengerikan yang disebut The Great Pacific Garbage Patch.

The Great Pacific Garbage Patch terbentuk dari kumpulan sampah di lautan yang terbawa arus laut. Fenomena telah terjadi selama bertahun-tahun dengan kapasitas sampah yang terus bertambah. Fenomena ini telah dilaporkan sejak 1988 oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat. Namun, rupanya masih ada yang bahkan tidak mengetahui istilah tersebut. Bagaimanakah dampaknya? The Great Pacific Garbage Patch memiliki pengaruh yang sangat besar bagi lingkungan, terutama biota yang berada di sekitarnya. Karena letaknya jauh dari pantai, tidak ada negara yang mengambil tanggung jawab atas permasalahan ini. Kita bisa ikut berkontribusi dalam hal ini yaitu dengan tidak membuang sampah sembarangan, dimanapun kita berada.

Mungkin ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan. Sampah/limbah yang masuk ke laut memang tidak bisa dibendung melihat perkembangan penduduk dan pembangunan.  Semakin bertambah penduduk dan pembangunan di sekitar laut, maka konsekuensinya akan semakin banyak pula sampah/limbah yang masuk ke dalamnya.

Kita juga tidak mungkin bisa mengawasi, menghentikan atau melarang masuknya sampah/limbah ke laut. Hal ini disebabkan karena setiap kegiatan manusia dalam skala besar maupun kecil selalu menghasilkan limbah, baik limbah padat, cairan, maupun gas yang terbuang ke lingkungan. Menghentikan produksi limbah berarti menghentikan seluruh kegiatan manusia. Ini tidak mungkin.

Dalam konteks ini, pengendalian sampah/limbah mungkin dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan pembangunan. Contoh kongkritnya dengan kesadaran masing-masing individu untuk mengurangi kegiatan yang beresiko menghasilkan sampah/limbah, serta tidak membuang sampah/limbah itu sembarangan ke laut.

Alternatif lain yaitu dengan meningkatkan peranan laut itu sendiri. Laut dalam skala tertentu memiliki kapasitas asimilasi untuk memproses dan mendaur ulang limbah pencemar yang ada di dalamnya dengan adanya biota-biota yang bisa mendegradasi limbah. Namun hal ini juga tidak cukup untuk mengurangi pencemaran karena membutuhkan proses yang lama.

Jadi yang terpenting untuk dilakukan adalah memperbaiki perilaku kita terutama kegiatan yang menghasilkan sampah/limbah agar sebisa mungkin diminimalisir. Karena semua kegiatan baik di darat maupun di sekitar laut yang menghasilkan sampah/limbah, secara langsung maupun tidak langsung akan menemukan jalannya untuk mencemari laut. Mari kita jaga laut kita demi kehidupan kita dan anak cucu. Sumberdaya hayati yang ada sekarang bukan untuk dihabiskan, tetapi ini adalah warisan untuk keturunan kita di masa yang akan datang. (sonya/abe yomo)