Twitter Instagram

Anggrek Moi, Penemuan Baru dan Endemik dari Sorong

Dendrobium moiorum Saputra, Schuit., Wanma & Naïve atau biasanya disebut Anggrek Moi. Penamaan Anggrek Moi merupakan penghargaan kepada Suku Moi karena telah menjaga dan melestarikan Taman Wisata Alam Sorong.(Sumber : Jimmy Wanma)

Dendrobium moiorum atau Anggrek Moi, adalah Anggrek jenis baru yang ditemukan para peneliti di Hutan Kabupaten Sorong. Hasil penemuan ini kemudianditerbitkan pada Jurnal Phytotaxa 430 (2): 142-146 pada tanggal 28 Januari 2020. D. moiorum adalah sejenis anggrek epifit yang tumbuh menempel pada permukaan batang atau ranting pohon. Anggrek ini memiliki habitat di hutan hujan dataran rendah pada ketinggian 100 m dpl (diatas permukaan laut) pada lokasi teduh dan semi terbuka yang tidak mendapat sinar matahari langsung.

D. moiorum memiliki kemiripan dengan Dendrobium istmiferum J.J.Sm. (Smith, 1935: 41), misalnya kumpulan papilapada bagian tengah antara dua keels yangbergelombang, tetapi berbeda pada bagian tengah bibir bunga (labellum), yang sangat bergelombang. D. moiorum memiliki bunga dengan lebar sekitar 8 cm dan daun yang panjang, sekitar 23.5 cm. Keunikan spesies ini terletak pada bagian bibir bunga, berbeda dengan spesies lainnya dari kelompok Diplocaulobium yang memiliki pangkal bibir bunga berwarna merah atau ungu, D. moiorum memiliki warna putih-kuning polos yang merupakan suatu hal langka pada kelompok Diplocaulobium.

Berdasarkan proses penilaian status konservasi dengan kriteria IUCN Redlist (2019) jenis D. moiorum termasuk pada kategori vulnerable (rentan). Saat ini, penyebaran jenis ini diketahui sangat terbatas dengan ukuran populasi diperkirakan kurang dari 1000 individu. Meski TWA Sorong merupakan kawasan konservasi, namun habitat jenis tersebut masih rentan terhadap dampak kegiatan manusia dalam TWA.

Epitetnama moiorum memiliki arti “Belong to Moi Tribe atau Milik Suku Moi”. Suku Moi merupakan suku asli yang memiliki hak ulayat adat di wilayah Sorong dan sekitarnya. Penamaan Anggrek Moi merupakan penghargaan kepada Suku Moi karena ikut menjaga dan melestarikan kawasan TWA Sorong.

Diharapkan pemberian nama Anggrek Moi diharapkan dapat meningkatkan kebanggaan Suku Moi atas kekayaan biodiversitas yang dimiliki. Selain itu, penamaan tersebut terinspirasi oleh konsep 10 Cara Baru Kelola Kawasan Konservasi yang dikemukakan oleh Direktur Jenderal KSDAE, Ir. Wiratno, M. Sc. Salah satu dari 10 cara tersebut adalah “Masyarakat sebagai Subjek Pengelolaan”.

Menurut Kepala Balai Besar KSDA Papua Barat, Ir. R. Basar Manullang, MM, penamaan Anggrek Moi menjadi sangat penting untuk menjalin kepercayaan antara BBKSDA Papua Barat dengan masyarakat Suku Moi dalam pengelolaan kawasan konservasi TWA Sorong.

Semoga dengan adanya Anggrek Moi ini akan menumbuhkan rasa penasaran serta ketertarikan masyarakat Suku Moi dan masyarakat lainnya untuk ikut serta dalam penggalian kekayaan biodiversitas di Tanah Papua, tidak hanya jenis anggrek namun juga jenis flora dan fauna lain. (Jimmy Wanma/UNIPA)