Twitter Instagram

Susah dapat kepiting, karena alih fungsi hutan Mangrove

Agus Imbiri (49) dan Sony Baudi (32) ketika berjualan kepiting di pinggir jalan Entrop- Jayapura, Agustus 2022. Foto : Abe Yomo

Agus Imbiri (49) dan Sony Baudi (32) adalah dua warga Kota Jayapura yang menetap di Kompleks Assalam Gunung Entrop. Agus diketahui berprofesi sebagai honorer di Dinas Lingkungan Hidup Kota Jayapura, sedangkan Sony Baudi adalah spesialis pengebor sumur.

Walau beda profesi, tapi ada satu kesamaan yang dimiliki keduanya, sama-sama hobby mencari kepiting. Sudah 10 tahun kedua pria ini menjalani hobbynya itu. Lokasi yang dijelajahi untuk mencari kepitingpun tak jauh, hanya di sekitar hutan Mangrove Entrop hingga di Teluk Youtefa.

Agus yang berasal dari Serui ini mengaku, mencari kepiting adalah suatu kesenangan yang memberikan nilai ekonomi yang lebih. Dari hasil menjual kepiting, dia bisa dapatkan uang yang cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

“ Satu ekor yang besar, kami jual dengan harga Rp 350 ribu. Kalau yang kecil, harganya Rp 250 ribu,” jelas Agus, sambil menunjuk kepiting yang digantungnya pada sebatang kayu, dan dijualnya di pinggiran jalan raya Entrop – Jayapura.

Agus dan Sony menyadari, bahwa pasaran kepiting ini terbatas pada kalangan tertentu, sehingga diperlukan kesabaran untuk menanti para pembeli kepiting. “ Tapi selalu orang beli habis. Kalau hari pertama tidak laku, biasanya hari kedua atau ketiga, baru habis,” tandasnya.

Menurutnya, kepiting dari hutan bakau bisa bertahan seminggu dalam kondisi hidup, asal diperlakukan dengan baik. “ Ada orang yang beli untuk bawah ke Jakarta. Itu bisa tahan lama, bisa satu minggu, asal tahu caranya dan jangan sampai kepiting itu mati,” ujarnya.

Namun dalam dua tahun terakhir ini, Agus dan Sony mengaku kalau jumlah kepiting yang mereka dapat turun sangat drastis. “ Lima sampai sepuluh tahun lalu, bisa dapat sampai 30 ekor kepiting besar. Sekarang, paling tinggi itu hanya 10 ekor,” tambah Sony.

Agus mengakui, alih fungsi Hutan Mangrove di wilayah Entrop, Teluk Youtefa hingga Holtekamp menjadi penyebab menurunnya jumlah kepiting. “ Sekarang agak susah, karena hutan Mangrove di beberapa titik sudah ditimbun dengan tanah dan dibangun bangunan,” ujar Agus.

Menurutnya, pembangunan jembatan merah, hingga perhelatan PON XX di Jayapura yang menjadi pemicu rusaknya kawasan hutan manggrove. Akibatnya kepiting menjadi sulit didapat, karena hutan mangrove yang menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya kepiting, telah rusak.

Pemerintah Kota Jayapura harus secepatnya mengeluarkan kebijakan yang membatasi alih fungsi hutan mangrove tersisa di sekitar Entrop dan Teluk Youtefa. Karena keberadaan hutan mangrove ini sangat penting. Bukan hanya penting bagi kehidupan biota laut, tapi penting juga bagi kehidupan manusia di sekitarnya.

Sebagai informasi, Hutan magrove merupakan sekumpulan pepohonan yang tumbuh di area sekitar garis pantai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut serta berada pada tempat yang mengalami akumulasi bahan organik dan pelumpuran. Hutan mangrove yang juga biasa dikenal dengan sebutan hutan bakau ini merupakan sebuah ekosistem yang bersifat khas karena adanya aktivitas daur penggenangan oleh pasang surut air laut. Pada habitat ini hanya pohon mangrove / bakau yang mampu bertahan hidup dikarenakan proses evolusi serta adaptasi yang telah dilewati oleh tumbuhan mangrove. Hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat besar bagi lingkungan hidup kita diantarnya yakni 1) sebagai tumbuhan yang mampu menahan arus air laut yang mengikis daratan pantai, dengan kata lain tumbuhan mangrove mampu untuk menahan air laut agar tidak mengikis tanah di garis pantai. 2) Sebagaimana fungsi tumbuhan yang lain, mangrove juga memiliki fungsi sebagai penyerap gas karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2). 3) Hutan mangrove memiliki peran sebagai tempat hidup berbagai macam biota laut seperti ikan-ikan kecil untuk berlindung dan mencari makan. Selain binatang laut, bagi hutan mangrove yang ruag lingkupnya cukup besar sering terdapat jenis binatang darat di dalamnya seperti kera dan burung.

Dari beberapa fungsi hutan bakau yang telah dipaparkan di atas, tentunya hal yang paling esensial bagi kelangsungan hidup kita adalah fungsi hutan mangrove sebagai penghasil oksigen (O2) dan penyerap gas karbondioksida serta sebagai pencegahan abrasi. Rusaknya hutan mangrove dapat mengakibatkan hilangnya fungsi-fungsi di tersebut. Bayangkan jika hutan rusak, tak ada lagi sesuatu yang mampu menghasilkan oksigen (O2) untuk kita bernapas, tidak adalagi sesuatu yang dapat menyerap gas (CO2) yang merupakan gas racun dab berbahaya bagi tubuh manusia, serta tak ada lagi suatu pertahanan kokoh yang mampu menahan laju abrasi. Saat ini keadaan hutan mangrove di sepanjang pesisir pantai Indonesia begitu memperihatinkan. Sebagian besar rusak dan diantaranya habis akibat aktivitas penebangan dan lain-lain. Hal ini tentu akan berdampak buruk bagi kelestarian lingkungan hidup kita.(abeyomo)