Twitter Instagram

“Upah” Maybrat beda dari yang lain

Tumbuhan bambu dengan sebutan lokal Upah (Bahasa Aifat) yang memiliki karakter dan jenis yang berbeda dengan jenis bambu yang umum dikenal.(Foto : Anthoni Ungirwalu/Unipa)

Di hutan ditemukan berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan, salah satunya adalah jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai sayur. Tumbuhan bambu misalnya, dalam pengetahuan masyarakat etnis Maybrat di Kampung Ayawasi Distrik Aifat Utara Kabupaten Maybrat, tumbuhan bambu dengan sebutan lokal Upah (Bahasa Aifat) yang memiliki karakter dan jenis yang berbeda dengan jenis bambu yang umum dikenal.

Morfologi pertumbuan jenis bambu merambat yang dimanfaatkan etnis Maybrat memiliki tipe pertumbuhan monopodial dengan batang yang tidak berbuluh, tumbuh rapat tidak tegak tetapi merambat. Tinggi tajuk 3-9 m dari permukan tanah, jumlah batang sekitar 50-90 batang. Jenis bambu ini dijumpai tumbuh di dataran tinggi seperti di atas tanah yang berbatu atau di gunung-gunung sedangkan pada dataran rendah biasanya tumbuh di pinggir sungai atau tanah yang berawa.

Jenis bambu merambat biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Ayawasi Distrik Aifat Utara sebagai bahan makanan tradisional yang diwarisi oleh nenek moyang mereka. Rumpun bambu merambat memiliki percabangan sangat berbeda dengan jenis lainnya, karena cabang lateral biasanya dorman dan akan tumbuh bila cabang utama terpotong. Selain itu bambu ini juga mempunyai sisa pelepah yang sangat kasar dan melekat pada buku-bukunya.

Akan tetapi sejak ditemukannya bambu ini, sampai saat ini jenisnya belum teridentifikasi. Bambunya merambat hingga pucuk pohon, rebungnya hijau dengan lilin putih, pada batang muda ditutupi bulu putih melekat yang tersebar tapi mudah gugur, batangnya yang muda ditutupi oleh lilin putih dan berbulu putih. Pelepah berbulu tersebar putih, melekat tapi mudah gugur dan ditutupi oleh lilin putih ketika masih muda, berkuping membulat besar, terkeluk balik, hingga 7 mm tingginya, dengan bulu kejur yang panjang seperti bulu mata yang lentik hingga panjangnya 12-15 mm, ligula bergerigi tingginya sampai 3 mm, dengan bulu kejur panjang hingga 8 mm, daun pelepah buluh terkeluk balik.

Bambu ini secara sepintas hampir serupa dengan yang pernah ditemukan di Papua Nugini dan Papua oleh E.A. Widjaja pada tahun 1993, tetapi berbeda pada rebungnya yang ungu berlilin putih dengan pelepah buluh mempunyai kuping yang besar membulat berkeluk balik dan berbulu kejur yang panjang.

Pemanfaatan bambu oleh masyarakat Kampung Ayawasi masih bersifat tradisional. Hal ini disebabkan karena pengetahuan masyarakat tentang cara pengelolaan dan pemanfaatan bambu hanya untuk kebutuhan subsisten dan bukan untuk tujuan komersial guna meningkatkan pendapatan atau nilai jual hasil pengelolaan bambu tersebut.

Dalam pemanfaatan dan pengelolaan bambu masyarakat mengambil bambu dan langsung memanfaatkannya tanpa suatu proses, seperti dalam proses pembuatan bambu sebagai bahan makanan. Secara umum pengambilan rebung jenis Dinochloa sp. di sekitar lingkungannya yang dilakukan oleh 1-3 orang. Jarak habitat jenis bambu merambat dari pemukiman    ± 5 km yang ditempuh dengan berjalan kaki. Pengambilan rebung bambu Dinochloa sp. dengan cara dipatah menggunakan alat pisau atau parang memotong pucuk muda sebanyak yang dibutuhkan lalu diisi dalam noken yang sudah disiapkan untuk selanjutnya dibawa pulang sebagai salah satu hasil panen untuk kebutuhan pangan lokalnya.

Selain itu inti dari konstruksi etno-tekno-konservasi pemanfaatan bambu merambat sebagai bahan makanan tradisional etnis Maybrat terbagi dalam 4 tahapan proses yaitu: Pertama Proses awal dibakar pada bara api; Kedua, Proses pengisian rebung dalam bambu; Ketiga, Proses pengisian dalam abu; Keempat, Proses perebusan di belanga/dandang.

Pemanfaatan bambu merambat sebagai sumber bahan pangan alternatif yaitu bagian pucuk atau tunas muda yang disebut rebung merupakan bentuk kearifan lokal yang telah diwarisi dari generasi ke generasi. Pada etnis Maybrat kearifan lokal ini perlu dilestarikan baik terhadap habitat maupun pengetahuan lokal dalam menjaga entitas keunikan Papua dengan sumberdaya alamnya untuk dipertahankan kemanfaatannya (Antoni Ungirwalu/UNIPA )