
Pegunungan Djar Muara Tami adalah kawasan lindung yang digolongkan ke dalam kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang terdiri atas kawasan hutan lindung, kawasan gambut, dan kawasan resapan air.
Jajaran Pegunungan Djar oleh masyarakat lokal Skouw disebut dengan nama yang berbeda sesuai cerita turun temurun di sana. Gunung Nally, Gunung Pallora, Gunung Rollo, dan ujungnya yang menjorok ke laut disebut dengan Tanjung Tangwato dalam bahasa Skouw atau dikenal dengan Tanjung Djar atau Tanjung Holtekamp oleh masyarakat umum.
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, serta kawasan rawan bencana alam.
Kawasan Pegunungan Djar Muara Tami ditetapkan sebagai Hutan Lindung dalam Perda Kota Jayapura No. 5 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jayapura Pasal 19 Ayat 1 (a) : Kawasan Hutan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a, berada di Hutan Lindung Pegunungan Djar, Hutan Lindung Abepura dan Hutan Lindung Bougenvile di Distrik Muara Tami.
Pegunungan Djar Muara Tami merupakan kawasan hutan lindung dan daerah resapan air.
Penduduk atau masyarakat asli Skouw melakukan aktifitas sehari-hari seperti berburu, berkebun, meramu hasil hutan seperti kelapa, pinang, sayur-sayuran dan lain sebagainya di kawasan hutan lindung di bawah pegunungan Djar ini. Sampai detik ini mereka masih bisa menikmati air bersih karena keberadaan daerah resapan air di bawah kaki gunung Djar ini. Sebagaimana yang dimaksud dengan kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresap air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (aquifer) yang berguna sebagai sumber air.
Namun saat ini telah terjadi deforestasi yang cukup signifikan dengan adanya penambangan atau pengerukan karang di selatan Gunung Djar dan juga pembukaan lahan yang wilayahnya ditimbun dengan karang yang dikeruk dari Hutan Lindung Gunung Djar ini.
Masyarakat Muara Tami dikhawatirkan akan mengalami kekeringan dan kesulitan air bersih di masa-masa mendatang disebabkan pohon-pohon yang menyimpan cadangan air di gunung ini telah hilang satu per satu dari ke hari karena aktifitas penambangan bahan galian C atau pengerukan karang ini.
Kawasan ini telah mengalami deforestasi yang luar biasa. Secara khusus Hutan Lindung Gunung Djar dalam artian luasan hutannya semakin lama semakin berkurang karena aktifitas pengerukan karang untuk penimbunan wilayah-wilayah di sekitarnya. Yang mana hutannya telah dibabat habis untuk kepentingan pembangunan perumahan oleh pihak pengembang.
Pemerintah baik Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kota Jayapura melalui dinas terkait dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya diharapkan sesegera mungkin menemukan solusi dari persoalan ini. Peninjauan kembali izin tambang galian C perlu dilakukan pemerintah sesegera mungkin, ditinjau kembali apakah analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sudah sesuai, selain itu perlu dipikirkan juga mengenai pembuatan sumur resapan di wilayah tersebut untuk penyerapan air hujan guna mengisi cekungan-cekungan air tanah di wilayah Hutan Lindung Gunung Jar sebagai cadangan air (akuifer) masa depan.(Klemens Membilong)