
Dunia jagat Indonesia pernah dihebohkan dengan fenomena Matahari terbit dari utara pada Juni 2021. Seorang guru di Janeponto Sulawesi Selatan yang mem-videokan kejadian itu dan menjadi viral di media sosial.
Namun bagi Warga di kampung Ayapo Sentani Timur Kabupaten Jayapura-Provinsi Papua, fenomena seperti itu bukan pertama terjadi, tapi terjadi setiap tahun sejak zaman nenek moyang. Sebelum manusia mengenal bulan Januari-Desember, fenomena alam ini bagi warga Ayapo adalah sebuah tanda untuk segera membuka kebun baru.
Istilah yang dipakai orang Sentani kala itu untuk menyebut fenomena ini adalah Hu Nibina Foye. Artinya Matahari sedang bergerak ke utara. Fenomena itu mengisyaratkan agar orang di kampung segera buka kebun. Saat itulah orang di kampung ayapo ramai-ramai ke dusun yang telah ditentukan untuk membuka suatu areal hutan untuk dijadikan kebun. Mulai dari tebang pohon, bakar daun dan ranting-ranting pohon di area berkebun, hingga mulai menanam.
Wilayah adat mereka yang luas dan terbagi menjadi puluhan dusun marga, membuat siklus pembukaan kebun tradisional ini berlangsung dengan baik hingga saat ini. Butuh waktu antara 10-15 tahun untuk kembali lagi ke bekas kebun pertama yang telah menjadi hutan. Siklus ini yang membuat warga di Kampung Ayapo masih terus menjaga tradisi berkebun tradisional hingga saat ini.
Agustina Deda, perempuan dari Kampung Ayapo yang tidak pernah absen untuk ikut membuka kebun tradisional membenarkan fenomena matahari terbit dari utara dan siklus pembukaan kebun tradisional di kampungnya.
“ Dulu tete dong biasanya lihat arah matahari terbit. Kalau Matahari terlihat terbit di arah timur laut, mereka akan ingatkan semua warga di kampung untuk siap-siap buka kebun. Jangan sampai terlambat. Kalau lambat, hasil panen akan kurang atau banyak tanaman yang rusak,” jelasnya.
Istilah Hu Nibina Foye, menurut Mama Agustina Deda, adalah ucapan yang biasanya disampaikan oleh tetua adat di kampung, untuk mengingatkan kepada warga untuk segera melakukan persiapan buka kebun. “ Kalau sekarang itu, orang sudah kenal nama-nama bulan, jadi biasanya bulan Juni – Agustus, mulai buka kebun dan menanam,” tandasnya.
Selain untuk berkebun, istilah Hu Nibina Foye juga bisa sebagai alarm bagi kesehatan dan keselamatan jiwa. Karena ketika matahari terbit kembali ke timur, itu dipercaya bisa membawa kesuburan bagi tanaman, tapi juga membawa masalah kesehatan dan jiwa manusia.
“ Iya, waktu itu tete dong bilang ke semua orang tua supaya jaga anak-anak kecil juga, karena ketika matahari kembali dari utara ke timur, itu bisa juga bawa malapetaka,” tutur Mama Agustina Deda.
Pengetahuan tradisional yang turun temurun di Kampung Ayapo terhadap fenomena alam yang dihubungkan dengan aktivitas berkebun, ternyata sejalan dengan ilmu pengetahuan alam. Jika Hu Nibina Foye diperkirakan terjadi pada bulan Juni, maka hal ini sejalan dengan pernyataan pihak Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), yang melakukan penelitian dan paham dengan keantariksaan.
Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin, menerangkan fenomena itu muncul karena pergerakan posisi matahari akibat kemiringan sumbu rotasi Bumi. Ia menjelaskan, posisi matahari pada bulan Juni berada di belahan utara. Hal ini mengakibatkan matahari terbit bukan di titik timur, melainkan bergeser mendekati timur laut. Karena itu, posisi matahari saat tenggelam pun tidak berada tepat di titik barat.
Sementara sumber dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia menyatakan untuk iklim di Papua, waktu terbaik untuk menanam adalah pada Juni-September. Artinya, sebelum pengetahuan ilmiah ini diketahui, orang Ayapo nampaknya sudah lebih dulu memiliki pengetahuan tradisional tentang musim tanam, yang ternyata pengetahuan lokal ini dapat terbukti kebenarannya secara ilmiah.(abe yomo)